pengertian yurisprudensi di negara negara common law adalah

Yurisprudensi di negara-negara common law adalah putusan hakim terdahulu yang berfungsi sebagai sumber hukum utama dan mengikat, yang dikenal dengan istilah precedent atau case law. Konsep ini secara fundamental berbeda dari pemahaman yurisprudensi di sistem civil law seperti Indonesia, di mana yurisprudensi umumnya hanya dianggap sebagai rujukan atau sumber hukum sekunder yang tidak mengikat secara formal.

Memahami esensi yurisprudensi dalam tradisi common law adalah kunci untuk membuka wawasan tentang cara kerja hukum di negara-negara seperti Inggris, Amerika Serikat, Australia, dan Kanada. Artikel ini akan mengupas tuntas pilar-pilar utamanya, memberikan contoh kasus yang mengubah sejarah, dan membandingkannya secara langsung dengan sistem hukum yang berlaku di Indonesia.

Membedah Definisi: Pengertian Yurisprudensi di Negara-Negara Common Law Adalah Judge-Made Law

Ilustrasi gavel hakim yang sedang memahat kata 'LAW' dari sebongkah batu, merepresentasikan konsep judge-made law dalam sistem common law.
Di jantung sistem common law, yurisprudensi bukanlah sekadar kumpulan putusan, melainkan hukum itu sendiri. Inilah yang sering disebut sebagai judge-made law (hukum yang dibuat oleh hakim).

Untuk memahaminya, kita bisa menggunakan analogi sederhana:

Jika di Indonesia hakim bertugas 'menemukan' hukum yang sudah ada di dalam undang-undang (kodifikasi) untuk diterapkan pada sebuah kasus, maka di negara common law, hakim 'menciptakan' hukum melalui putusan mereka untuk kasus-kasus yang aturannya belum pernah ada sebelumnya.

Putusan inilah yang kemudian menjadi hukum yang harus diikuti di masa depan. Oleh karena itu, dalam konteks common law, istilah yurisprudensi sering digunakan secara bergantian dengan istilah lain yang lebih spesifik, seperti:

  • Case Law: Merujuk pada keseluruhan badan hukum yang berasal dari putusan-putusan pengadilan.
  • Precedent: Merujuk pada satu putusan pengadilan spesifik yang dijadikan dasar atau otoritas untuk memutuskan kasus serupa di kemudian hari.

Dua Pilar Utama Yurisprudensi Common Law: Stare Decisis & Precedent

Sistem yang mengandalkan putusan hakim sebagai hukum ini tidak akan berjalan tanpa fondasi yang kokoh. Ada dua doktrin utama yang menjadi pilar dan memastikan sistem ini berfungsi secara konsisten dan adil.

Doktrin Stare Decisis: Prinsip Kepatuhan pada Putusan Terdahulu

Doktrin stare decisis adalah bahasa Latin yang berarti "membiarkan keputusan yang sudah ada tetap berlaku". Ini adalah prinsip fundamental yang mewajibkan hakim untuk mengikuti putusan yang telah dibuat oleh pengadilan yang lebih tinggi dalam hirarki peradilan.

Fungsi utama dari stare decisis adalah untuk menciptakan:

  • Kepastian Hukum: Pihak yang berperkara dapat memprediksi hasil kasus mereka berdasarkan putusan-putusan sebelumnya.
  • Konsistensi: Kasus-kasus dengan fakta serupa akan diputuskan dengan cara yang sama, menjamin perlakuan yang adil.
  • Stabilitas: Mencegah hukum berubah-ubah hanya karena pergantian hakim.

Singkatnya, hakim di pengadilan tingkat pertama wajib mengikuti putusan dari pengadilan banding di atasnya, dan pengadilan banding wajib mengikuti putusan Mahkamah Agung.

Konsep Precedent: Putusan Hakim sebagai Sumber Hukum

Jika stare decisis adalah prinsipnya, maka precedent adalah wujud konkretnya. Precedent adalah putusan spesifik yang menjadi rujukan dan landasan hukum. Namun, tidak semua precedent memiliki kekuatan yang sama. Ada dua jenis utama:

  1. Binding Precedent (Preseden Mengikat): Ini adalah putusan yang wajib diikuti oleh pengadilan yang lebih rendah dalam yurisdiksi yang sama. Contohnya, putusan Mahkamah Agung Amerika Serikat bersifat mengikat bagi semua pengadilan federal dan negara bagian di bawahnya.
  2. Persuasive Precedent (Preseden Persuasif): Ini adalah putusan yang tidak wajib diikuti tetapi bisa menjadi bahan pertimbangan yang sangat kuat bagi hakim. Sumbernya bisa dari pengadilan setingkat, pengadilan dari yurisdiksi lain (misalnya, pengadilan di Inggris merujuk putusan Australia), atau pendapat hukum yang berpengaruh (dissenting opinion).

Perbedaan Fundamental: Yurisprudensi di Common Law vs Civil Law (Indonesia)

Infografis perbandingan sistem common law dan civil law. Sisi common law diwakili tumpukan putusan hakim, sementara sisi civil law diwakili oleh satu kitab undang-undang yang kokoh.

Untuk memperjelas perbedaan, mari kita lihat perbandingan langsung antara kedua sistem hukum dalam tabel berikut.
Fitur Sistem Common Law (Inggris, AS) Sistem Civil Law (Indonesia, Prancis)
Peran Yurisprudensi Sumber Hukum Primer & Mengikat Sumber Hukum Sekunder & Persuasif (Rujukan)
Sifat Putusan Hakim Menciptakan Hukum (Judge-Made Law) Menafsirkan & Menerapkan Hukum (UU)
Keterikatan Hakim Terikat pada putusan pengadilan lebih tinggi Secara formal Tidak Terikat pada putusan lain
Sumber Hukum Utama Putusan Hakim (Case Law) & Undang-Undang Kodifikasi / Undang-Undang

Baca juga: Mengenal Sistem Hukum Civil Law di Indonesia

Contoh Kasus Nyata yang Mengubah Sejarah Hukum Common Law

Teori akan lebih mudah dipahami dengan contoh konkret. Berikut adalah dua kasus yang menunjukkan betapa kuatnya peran yurisprudensi dalam membentuk hukum.

Inggris: Kasus Donoghue v Stevenson (1932)

Ilustrasi botol bir jahe antik dengan seekor siput di dalamnya, menggambarkan detail dari kasus hukum fundamental Donoghue v Stevenson.

Kasus legendaris ini dikenal sebagai "kasus siput dalam botol bir jahe". Nyonya Donoghue menemukan sisa-sisa siput yang membusuk di dalam botol bir jahe yang dibelikan temannya. Karena bukan ia yang membeli, ia tidak bisa menuntut berdasarkan kontrak. Pengadilan House of Lords memutuskan bahwa produsen memiliki kewajiban berhati-hati (duty of care) terhadap konsumen akhir produknya, meskipun tidak ada hubungan kontraktual. Putusan ini menciptakan prinsip hukum modern tentang kelalaian (negligence) yang kini menjadi dasar hukum di seluruh dunia common law.

Amerika Serikat: Kasus Miranda v Arizona (1966)

Ernesto Miranda ditangkap dan mengaku melakukan kejahatan tanpa diberi tahu hak-haknya. Mahkamah Agung AS membatalkan hukumannya, menyatakan bahwa tersangka harus diberi tahu tentang hak-hak konstitusional mereka sebelum diinterogasi. Putusan ini melahirkan "Miranda Rights" (hak untuk diam dan hak atas pengacara) yang kini menjadi prosedur standar yang wajib dibacakan oleh polisi di seluruh AS saat melakukan penangkapan. Hukum prosedural yang krusial ini lahir bukan dari parlemen, melainkan dari satu putusan pengadilan.

Kelebihan dan Kekurangan Sistem Yurisprudensi Common Law

Seperti sistem lainnya, pendekatan judge-made law memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri.

  • Kelebihan:
    • Fleksibilitas: Mampu beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan sosial, teknologi, dan nilai-nilai baru tanpa harus menunggu proses legislasi yang lama.
    • Adaptif: Detail dan spesifik karena hukum dikembangkan dari kasus-kasus nyata yang konkret.
    • Kepastian Hukum: Doktrin stare decisis memastikan bahwa hukum diterapkan secara konsisten dan dapat diprediksi.
  • Kekurangan:
    • Bisa Menjadi Kaku: Jika precedent sudah usang dan tidak relevan, hakim di pengadilan yang lebih rendah tetap terikat untuk mengikutinya sampai diubah oleh pengadilan yang lebih tinggi.
    • Kompleks: Memerlukan riset kasus yang ekstensif dan mendalam untuk menemukan hukum yang relevan, berbeda dengan sistem civil law yang lebih terpusat pada kodifikasi.
    • Potensi Tidak Demokratis: Kritikus berpendapat bahwa judge-made law memberikan kekuatan legislatif kepada hakim yang tidak dipilih secara demokratis.

Kesimpulan

Jadi, pengertian yurisprudensi di negara-negara common law adalah sebuah sistem di mana putusan hakim terdahulu (precedent) diakui sebagai sumber hukum primer yang mengikat pengadilan di masa depan, didasarkan pada prinsip stare decisis. Ini adalah sistem hukum yang dinamis, dibentuk dari kasus per kasus, dan secara fundamental berbeda dengan sistem civil law Indonesia yang menempatkan undang-undang sebagai sumber hukum tertinggi.

Memahami perbedaan ini tidak hanya penting bagi akademisi hukum, tetapi juga bagi siapa saja yang ingin memiliki wawasan global tentang bagaimana keadilan ditegakkan di berbagai belahan dunia.

Punya pertanyaan atau pandangan lain? Mari berdiskusi di kolom komentar!

FAQ (Pertanyaan yang Sering Diajukan)

1. Apa perbedaan utama antara preseden dan yurisprudensi?
Di negara common law, kedua istilah ini sering digunakan secara bergantian. Preseden adalah putusan spesifiknya, sementara yurisprudensi (case law) adalah keseluruhan sistem hukum yang didasarkan pada preseden tersebut. Di Indonesia (civil law), yurisprudensi adalah kumpulan putusan hakim yang tidak mengikat.
2. Apakah Indonesia menganut yurisprudensi common law?
Tidak. Indonesia menganut sistem civil law, di mana sumber hukum utamanya adalah undang-undang (kodifikasi). Yurisprudensi di Indonesia hanya bersifat persuasif atau sebagai rujukan bagi hakim, bukan sumber hukum yang mengikat secara formal.
3. Siapa yang bisa mengubah sebuah preseden?
Sebuah preseden yang mengikat (binding precedent) hanya dapat diubah atau dibatalkan (overturned) oleh pengadilan yang membuatnya atau oleh pengadilan yang lebih tinggi dalam hirarki yurisdiksi. Selain itu, Parlemen (badan legislatif) juga dapat membuat undang-undang baru yang secara efektif menimpa atau membatalkan preseden tersebut.

Posting Komentar untuk "pengertian yurisprudensi di negara negara common law adalah"