Apa Itu Moderasi Beragama? Ini Definisi Resmi Pemerintah dan Pandangan Quraish Shihab
Di tengah lanskap Indonesia yang majemuk dan dinamis, istilah "moderasi beragama" semakin sering kita dengar, digaungkan oleh pemerintah, tokoh masyarakat, hingga akademisi. Konsep ini menjadi kunci dalam merawat kerukunan dan menjaga keutuhan bangsa. Namun, apa sebenarnya makna di baliknya? Apa kata para ahli dan ulama terkemuka mengenai konsep ini?
Artikel ini adalah panduan terlengkap Anda untuk memahami pengertian moderasi beragama secara utuh dan mendalam. Kami akan merangkum definisi dari berbagai sumber paling kredibel, mulai dari pandangan resmi pemerintah melalui Kementerian Agama, tafsir para cendekiawan Muslim terkemuka seperti Quraish Shihab, hingga prinsip yang dipegang oleh organisasi Islam terbesar di Indonesia. Tujuannya adalah memberikan pemahaman yang jernih, komprehensif, dan terhindar dari salah tafsir.
Memahami Akar Konsep: Arti Moderasi dan Wasathiyyah
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), moderasi memiliki dua arti yang relevan:
- Pengurangan kekerasan.
- Penghindaran keekstreman.
Secara sederhana, moderasi adalah sebuah sikap untuk tidak berlebih-lebihan, tidak ekstrem, dan selalu mencari jalan tengah.
Dalam konteks keislaman di Indonesia, konsep moderasi beragama berakar kuat pada istilah Wasathiyyah. Istilah ini berasal dari bahasa Arab, dari kata wasath (وسط) yang berarti tengah-tengah, pertengahan, adil, atau pilihan terbaik. Jadi, wasathiyyah adalah sebuah pandangan atau sikap yang selalu mengambil posisi di tengah, memilih yang paling adil, dan menghindari dua ujung ekstrem: ekstrem kanan (berlebihan/fanatik) dan ekstrem kiri (menggampangkan/liberal).
Definisi Resmi dari Pemerintah: Pandangan Kementerian Agama RI
Menurut Kementerian Agama, pengertian moderasi beragama adalah:
"Cara pandang, sikap, dan praktik beragama dalam kehidupan bersama dengan cara mengejawantahkan esensi ajaran agama yang melindungi martabat kemanusiaan dan membangun kemaslahatan berlandaskan prinsip adil, berimbang, dan menaati konstitusi sebagai kesepakatan berbangsa."
Definisi ini menegaskan bahwa moderasi bukan berarti mencampuradukkan ajaran agama (sinkretisme), melainkan cara mengamalkan agama secara adil dan seimbang dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara.
Untuk menjabarkannya secara lebih operasional, Kemenag menetapkan 4 Indikator Utama Moderasi Beragama yang menjadi tolok ukur sebuah sikap atau pandangan dapat disebut moderat.
- Komitmen Kebangsaan: Ini adalah indikator pertama dan utama. Seorang yang moderat menerima prinsip-prinsip berbangsa yang telah disepakati bersama, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Mereka tidak mempertentangkan agama dengan negara, melainkan memandang keduanya dapat berjalan selaras.
- Toleransi (Tasamuh): Sikap menghormati perbedaan pendapat, keyakinan, dan ekspresi keagamaan orang lain. Toleransi bukan berarti menyetujui keyakinan lain, tetapi memberi ruang bagi orang lain untuk meyakini dan menjalankan apa yang mereka yakini tanpa gangguan, selama tidak melanggar hukum dan ketertiban umum.
- Anti-Kekerasan: Menolak segala bentuk tindakan, baik verbal maupun fisik, yang menggunakan cara-cara kekerasan, pemaksaan kehendak, atau perusakan atas nama agama. Moderasi beragama selalu mengedepankan jalur dialog, musyawarah, dan hukum.
- Penerimaan Terhadap Tradisi (Akomodatif terhadap Budaya Lokal): Sikap ramah, terbuka, dan menerima tradisi serta budaya lokal yang telah mengakar di masyarakat, selama tradisi tersebut tidak bertentangan dengan pokok-pokok ajaran agama. Ini adalah wujud dari dialektika antara agama dan budaya yang saling memperkaya.
Perspektif Cendekiawan dan Ulama Terkemuka di Indonesia
Selain definisi resmi dari pemerintah, pemahaman kita akan diperkaya dengan menyimak pandangan dari para ulama dan cendekiawan Muslim yang memiliki otoritas keilmuan tinggi di Indonesia.
1. Prof. Dr. M. Quraish Shihab
Pakar tafsir Al-Qur'an terkemuka di Indonesia, Prof. M. Quraish Shihab, sering kali merujuk pada Al-Qur'an Surah Al-Baqarah ayat 143 sebagai landasan teologis utama untuk wasathiyyah. Dalam ayat tersebut, Allah SWT berfirman:
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), ummatan wasathan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.”
Menurut Quraish Shihab, kata ummatan wasathan tidak hanya berarti "umat pertengahan". Maknanya jauh lebih dalam, yaitu:
- Adil: Sikap yang tidak memihak ke kanan atau ke kiri secara ekstrem, selalu menempatkan sesuatu pada tempatnya.
- Pilihan Terbaik: Umat yang moderat adalah umat pilihan yang memiliki kualitas-kualitas terbaik.
- Teladan dan Saksi: Karena posisinya yang adil dan terbaik, umat ini layak menjadi teladan dan saksi bagi seluruh umat manusia, sebagaimana Nabi Muhammad SAW menjadi teladan bagi mereka.
Bagi Quraish Shihab, moderasi adalah inti dari ajaran Islam itu sendiri, yaitu menjadi umat yang adil, seimbang, dan menjadi rahmat bagi semesta alam.
2. Pandangan Ormas Islam: NU dan Muhammadiyah
Konsep moderasi beragama sangat selaras dan telah lama menjadi bagian tak terpisahkan dari prinsip dasar dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.
- Nahdlatul Ulama (NU): NU secara eksplisit memformulasikan sikap moderatnya dalam tiga prinsip utama:
- Tawassuth (Sikap Tengah): Selalu mengambil jalan tengah dalam setiap persoalan, tidak terjebak dalam ekstremisme (ifrath) maupun liberalisme (tafrith).
- Tasamuh (Toleran): Menghargai perbedaan pandangan, baik dalam masalah keagamaan maupun kemasyarakatan.
- Tawazun (Seimbang): Menjaga keseimbangan dalam berbagai aspek kehidupan, seperti antara urusan dunia dan akhirat, serta antara penggunaan dalil naqli (Al-Qur'an dan Hadis) dengan dalil 'aqli' (akal pikiran).
- Muhammadiyah: Muhammadiyah mengusung gagasan besar "Islam Berkemajuan". Gagasan ini merefleksikan sikap moderat yang menolak segala bentuk ekstremisme, baik ekstremisme kanan yang cenderung kaku dan menolak kemajuan, maupun ekstremisme kiri yang terlalu bebas. Islam Berkemajuan mendorong umat untuk menjadi pencerah, solutif, dan aktif berkontribusi pada kemajuan peradaban dengan berlandaskan pada nilai-nilai Islam yang murni dan rasional.
3. Prof. Komaruddin Hidayat
Cendekiawan Muslim dan mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Komaruddin Hidayat, kerap menekankan moderasi dari sisi intelektual dan sosial. Menurutnya, moderasi adalah:
Kemampuan untuk mencari titik temu (common ground) dan membangun dialog yang sehat serta konstruktif di tengah keragaman pandangan.
Sikap moderat menuntut kerendahan hati untuk mengakui bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan, sementara pemahaman manusia bersifat relatif. Oleh karena itu, seorang yang moderat tidak akan mudah mengklaim kebenaran secara sepihak (truth claim) dan selalu terbuka untuk belajar serta berdiskusi dengan pihak yang berbeda pandangan.
Rangkuman dalam Tabel: Perbandingan Definisi Moderasi Beragama
Untuk memudahkan Anda memahami inti dari setiap pandangan, berikut adalah rangkuman perbandingan definisi moderasi beragama dalam format tabel.
| Sumber/Ahli | Fokus / Kata Kunci Utama Definisi |
|---|---|
| Kementerian Agama RI | Adil, berimbang, menaati konstitusi, untuk kemaslahatan umum. |
| Quraish Shihab | Umat pilihan, sikap adil, menjadi teladan dan saksi (ummatan wasathan). |
| Nahdlatul Ulama (NU) | Berlandaskan prinsip Tawassuth (tengah), Tasamuh (toleran), dan Tawazun (seimbang). |
| Muhammadiyah | Islam Berkemajuan, menolak segala bentuk ekstremisme, mencerahkan peradaban. |
| Komaruddin Hidayat | Mencari titik temu (common ground), dialogis, kerendahan hati intelektual. |
Mengapa Moderasi Beragama Penting untuk Indonesia?
- Penangkal Radikalisme dan Ekstremisme: Sikap moderat yang anti-kekerasan dan toleran menjadi benteng pertahanan paling efektif untuk mencegah penyebaran paham radikal yang dapat merusak tatanan sosial.
- Alat Pemersatu Bangsa: Di negara dengan ratusan suku, bahasa, dan agama yang berbeda, moderasi berfungsi sebagai perekat sosial yang menjaga persatuan dan kesatuan.
- Cara Merawat Bhinneka Tunggal Ika: Moderasi adalah implementasi nyata dari semangat Bhinneka Tunggal Ika, yaitu kemampuan untuk hidup rukun dan harmonis dalam perbedaan.
Kesimpulan
Pengertian moderasi beragama menurut para ahli dan institusi kredibel di Indonesia mengerucut pada satu esensi: cara beragama yang adil, seimbang, dan selaras dengan konteks kehidupan berbangsa dan bernegara. Ia berakar dari konsep wasathiyyah dalam Islam dan diwujudkan melalui indikator nyata seperti komitmen kebangsaan, toleransi, anti-kekerasan, serta penerimaan terhadap tradisi.
Penting untuk ditegaskan kembali, moderasi beragama bukanlah upaya untuk melemahkan akidah, mendangkalkan ajaran agama, atau mencampuradukkan kebenaran. Sebaliknya, ia adalah cara terbaik dan paling bijaksana dalam mengamalkan ajaran agama yang luhur di tengah masyarakat yang beragam. Dengan memahami dan mempraktikkan sikap moderat, kita semua turut serta menjaga Indonesia sebagai rumah bersama yang aman, damai, dan sejahtera.
Pertanyaan yang Sering Diajukan (FAQ)
Tanya: Apa saja 4 indikator utama moderasi beragama?
Jawab: Empat indikator utama moderasi beragama menurut Kementerian Agama RI adalah: 1) Komitmen kebangsaan, 2) Toleransi, 3) Anti-kekerasan, dan 4) Penerimaan terhadap tradisi lokal.
Tanya: Siapa tokoh yang menjadi rujukan utama dalam moderasi beragama di Indonesia?
Jawab: Rujukan utamanya mencakup institusi resmi seperti Kementerian Agama RI, dan para cendekiawan Muslim terkemuka seperti Prof. Dr. M. Quraish Shihab, serta prinsip-prinsip yang dipegang oleh organisasi besar seperti NU dan Muhammadiyah.
Tanya: Apakah moderasi beragama berarti menjadi tidak teguh pada keyakinan sendiri?
Jawab: Tidak. Moderasi beragama bukan berarti melemahkan keyakinan. Ia adalah tentang bagaimana cara mengekspresikan dan mempraktikkan keyakinan tersebut secara bijaksana, adil, dan menghargai orang lain dalam konteks masyarakat yang majemuk.



Posting Komentar untuk "Apa Itu Moderasi Beragama? Ini Definisi Resmi Pemerintah dan Pandangan Quraish Shihab"