Pengertian Akad Salam: Panduan Lengkap dari Dalil, Syarat, hingga Contohnya

Pernahkah Anda membutuhkan modal untuk usaha tani atau kerajinan tangan, namun ingin menghindari jeratan utang berbasis bunga (riba)? Dalam ekonomi syariah, terdapat sebuah solusi elegan dan adil yang telah ada sejak zaman Rasulullah SAW, yaitu akad salam. Secara sederhana, pengertian akad salam adalah skema jual beli pesanan dengan pembayaran lunas di muka, sebuah instrumen yang sangat relevan untuk kebutuhan modal kerja di era modern.

Mulai dari sektor pertanian yang membutuhkan dana di awal musim tanam, pelaku UMKM yang perlu membeli bahan baku, hingga produk pembiayaan di perbankan syariah, akad salam menawarkan sebuah mekanisme yang produktif dan saling menguntungkan. Dalam panduan lengkap ini, kita akan mengupas tuntas segala hal tentang akad salam, mulai dari dasar hukumnya dalam Al-Qur'an dan Hadis, rukun dan syarat sahnya, hingga contoh penerapan praktisnya.

Membedah Makna: Apa Sebenarnya Akad Salam itu?

Ilustrasi skema akad salam dalam ekonomi syariah yang menunjukkan kemitraan saling menguntungkan antara produsen dan pembeli.
Untuk memahami akad salam adalah apa, kita perlu melihatnya dari dua sudut pandang: bahasa dan istilah fiqih. Keduanya saling melengkapi untuk memberikan gambaran yang utuh.

Pengertian secara Bahasa (Etimologi)

Kata "Salam" (السلم) atau sering juga disebut "Salaf" (السلف) dalam bahasa Arab memiliki arti "pendahuluan" atau "menyerahkan di muka". Makna ini secara langsung merujuk pada karakteristik utama akad ini, yaitu penyerahan uang (modal) di awal transaksi.

Pengertian secara Istilah (Terminologi Fiqih)

Secara istilah, akad salam adalah akad jual beli suatu barang pesanan (komoditas) dengan spesifikasi yang jelas dan terukur, di mana pembayarannya wajib dilunasi seluruhnya (100%) pada saat akad disepakati, sementara penyerahan barangnya dilakukan di kemudian hari sesuai dengan waktu yang disepakati bersama.

Landasan Hukum Akad Salam dalam Al-Qur'an dan Hadis (Poin Pembeda!)

Keabsahan akad salam tidak diragukan lagi karena memiliki landasan yang sangat kuat dalam sumber utama hukum Islam. Inilah yang menjadi pondasi kepercayaan dan legalitasnya.

Dalil dari Al-Qur'an

Meskipun tidak menyebut kata "salam" secara eksplisit, prinsip transaksi tidak tunai dan pentingnya pencatatan diatur dalam ayat terpanjang di Al-Qur'an, yaitu Surat Al-Baqarah ayat 282:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ

"Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya." (QS. Al-Baqarah: 282)

Ayat ini menjadi dasar umum bagi semua transaksi yang memiliki tenggat waktu, termasuk jual beli salam, yang menekankan pentingnya kejelasan, kesepakatan waktu, dan dokumentasi untuk menghindari sengketa.

Dalil dari Hadis (Fondasi Utama)

Dasar hukum paling spesifik dan utama untuk akad salam berasal dari hadis sahih yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma. Ketika Rasulullah SAW tiba di Madinah, beliau mendapati penduduknya biasa melakukan jual beli buah-buahan untuk jangka waktu satu atau dua tahun. Maka, beliau bersabda:

مَنْ أَسْلَفَ فِي شَيْءٍ فَفِي كَيْلٍ مَعْلُومٍ، وَوَزْنٍ مَعْلُومٍ، إِلَى أَجَلٍ مَعْلُومٍ

Man aslafa fī syai'in fafī kailin ma'lūmin, wa waznin ma'lūmin, ilā ajalin ma'lūm.

Artinya: "Barangsiapa melakukan salaf (salam), hendaklah ia melakukannya dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas, untuk jangka waktu yang diketahui." (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menjadi pilar utama yang melegalkan akad salam sekaligus menetapkan syarat-syarat krusialnya: kejelasan kuantitas (takaran/timbangan) dan kejelasan waktu penyerahan.

Ijma' Ulama

Para ulama dari berbagai mazhab telah bersepakat (ijma') mengenai kebolehan akad salam. Mereka memandangnya sebagai sebuah pengecualian dari larangan menjual barang yang belum dimiliki (bai' ma'dum), karena adanya kebutuhan mendesak di masyarakat (hajat) dan manfaatnya yang besar untuk menggerakkan roda perekonomian.

Rukun dan Syarat Sah Akad Salam (Sajikan dalam Format Tabel)

Agar sebuah akad salam dianggap sah secara syariah, ia harus memenuhi semua rukun dan syarat yang telah ditetapkan. Berikut rinciannya dalam format tabel agar mudah dipahami.

Rukun Akad Pelaku / Objek Syarat Wajib yang Harus Dipenuhi
1. Pelaku Akad ('Aqidain) Pembeli (Muslam)
Penjual (Muslam Ilaih)
Keduanya harus baligh (dewasa), berakal sehat, dan melakukan transaksi atas kehendak sendiri tanpa paksaan.
2. Objek Akad Modal/Uang (Ra'sul Mal) 1. Jenis dan jumlahnya harus jelas dan disepakati.
2. Wajib diserahkan 100% kepada penjual saat akad berlangsung di muka. Ini syarat mutlak.
Barang Pesanan (Muslam Fiih) 1. Spesifikasi harus sangat jelas (jenis, kualitas, ukuran, warna, dll) untuk menghindari perselisihan.
2. Kuantitas harus terukur (kg, liter, meter, unit).
3. Waktu dan tempat penyerahan harus pasti dan disepakati.
4. Barang tersebut umum ditemukan di pasaran saat jatuh tempo.
3. Lafaz Akad (Sighat) Ijab (Penawaran dari Penjual)
Qabul (Penerimaan dari Pembeli)
Harus ada pernyataan serah terima yang jelas, baik secara lisan, tulisan, maupun perbuatan yang menunjukkan kesepakatan jual beli pesanan ini.

Bagaimana Skema dan Alur Transaksi Akad Salam Bekerja?

Infografis alur 4 langkah skema akad salam, mulai dari negosiasi, pembayaran di muka, proses produksi, hingga penyerahan barang
Meskipun terlihat kompleks, skema akad salam pada praktiknya berjalan secara logis dan sederhana. Berikut adalah alur transaksinya langkah demi langkah:
  1. Negosiasi dan Kesepakatan: Pembeli dan penjual bernegosiasi untuk menyepakati spesifikasi barang, kuantitas, harga, serta waktu dan tempat penyerahan.
  2. Pelaksanaan Akad: Kedua belah pihak melakukan akad salam. Pada momen inilah, pembeli wajib menyerahkan seluruh uang pembayaran (100%) kepada penjual.
  3. Proses Produksi/Pengadaan: Penjual menggunakan uang tersebut sebagai modal untuk memproduksi atau mengadakan barang yang telah dipesan.
  4. Penyerahan Barang: Pada tanggal jatuh tempo yang telah disepakati, penjual wajib menyerahkan barang pesanan kepada pembeli sesuai dengan spesifikasi yang tertuang dalam akad.

Berikut adalah dua contoh akad salam dalam konteks yang berbeda:

Contoh Sektor Pertanian:

Seorang petani padi membutuhkan modal sebesar Rp15.000.000 untuk biaya tanam, pupuk, dan perawatan. Sebuah perusahaan penggilingan beras setuju untuk memberikan modal tersebut melalui akad salam. Mereka bersepakat untuk jual beli 3 ton gabah kering panen kualitas premium yang akan dipanen 4 bulan lagi. Perusahaan langsung membayar lunas Rp15.000.000 di muka, dan petani berkewajiban menyerahkan 3 ton gabah dengan kualitas yang disepakati pada saat panen tiba.

Contoh Konteks Modern (UMKM):

Seorang pengrajin tas kulit mendapat pesanan khusus untuk membuat 100 buah tas laptop dari sebuah perusahaan. Untuk membeli bahan baku kulit berkualitas dan membayar upah pekerjanya, ia membutuhkan modal Rp50.000.000. Perusahaan pemesan setuju melakukan akad salam, membayar lunas Rp50.000.000 di awal. Pengrajin pun berkomitmen untuk menyelesaikan dan mengirimkan 100 tas tersebut dalam waktu 3 bulan sesuai desain dan spesifikasi yang telah disetujui.

Mengenal Akad Salam Paralel: Inovasi di Perbankan Syariah

Diagram skema akad salam paralel yang menjelaskan peran bank syariah sebagai perantara antara produsen (petani) dan pembeli akhir (pabrik).
Di lembaga keuangan syariah, berkembang sebuah inovasi yang disebut akad salam paralel. Konsepnya sederhana: bank syariah bertindak sebagai perantara antara produsen (penjual) dan pembeli akhir.

Alur transaksinya melibatkan tiga pihak dengan dua akad terpisah:

  1. Akad Salam Pertama: Bank Syariah membeli sebuah komoditas (misalnya, 100 ton jagung) dari kelompok tani dengan akad salam. Bank membayar lunas di muka kepada petani.
  2. Akad Salam Kedua: Secara terpisah, Bank Syariah menjual komoditas (100 ton jagung) kepada pihak ketiga, misalnya pabrik pakan ternak, juga menggunakan akad salam. Bank menerima pembayaran lunas di muka dari pabrik.
  3. Penyerahan: Saat panen tiba, petani mengirim jagung langsung ke pabrik atas instruksi bank. Keuntungan bank berasal dari selisih harga jual dan harga beli dari kedua akad tersebut.

Penting untuk ditekankan bahwa kedua akad salam ini harus terpisah secara hukum dan tidak saling bergantung (ta'alluq). Bank syariah menanggung risiko jika petani gagal menyerahkan barang.

Jangan Tertukar! Ini Perbedaan Akad Salam dan Akad Istishna'

Masyarakat seringkali bingung membedakan antara akad salam dan istishna', karena keduanya merupakan akad jual beli pesanan. Namun, keduanya memiliki perbedaan fundamental.

Kriteria Perbandingan Akad Salam Akad Istishna'
Objek Barang Umumnya untuk barang hasil pertanian atau komoditas yang memiliki standar umum dan dapat ditakar/ditimbang (barang fungible). Khusus untuk barang yang perlu dibuat, diproses, atau diproduksi terlebih dahulu (barang manufaktur), seperti furnitur, pakaian, atau bangunan.
Metode Pembayaran Wajib lunas 100% di muka saat akad berlangsung. Ini adalah syarat sahnya. Fleksibel. Pembayaran bisa dilakukan di muka, dicicil selama proses pengerjaan, atau dilunasi saat barang diterima.
Sifat Kontrak Mengikat kedua belah pihak sejak awal akad disepakati dan tidak dapat dibatalkan secara sepihak. Bersifat mengikat setelah produsen mulai mengerjakan pesanan. Sebagian ulama memperbolehkan pembatalan sebelum proses produksi dimulai.

Memahami perbedaan akad salam dan istishna sangat penting agar tidak salah dalam menerapkan skema pembiayaan yang sesuai dengan kebutuhan.

Hal-hal yang Dapat Membatalkan Akad Salam

Sebuah akad salam bisa menjadi tidak sah atau batal jika terjadi beberapa hal berikut:

  • Barang yang diserahkan tidak sesuai spesifikasi yang disepakati dalam akad, dan pembeli tidak mau menerimanya.
  • Penjual tidak mampu menyerahkan barang pada waktu jatuh tempo karena barang tersebut tidak ada atau musnah (misal: gagal panen total). Dalam kasus ini, akad dibatalkan dan modal (Ra'sul Mal) wajib dikembalikan kepada pembeli.
  • Modal tidak diserahkan penuh (100%) saat akad berlangsung.

Kesimpulan

Akad salam lebih dari sekadar transaksi jual beli; ia adalah instrumen keuangan syariah yang adil, produktif, dan solutif. Dengan mekanisme pembayaran di muka, akad ini secara efektif menyediakan modal kerja yang sangat dibutuhkan oleh para produsen, petani, dan pelaku UMKM tanpa harus terjerat pada sistem bunga yang diharamkan.

Memahami pengertian akad salam beserta dasar hukum, rukun, dan skemanya membuka wawasan kita tentang kekayaan prinsip ekonomi Islam yang mampu menjawab tantangan zaman. Ini adalah bukti bahwa sistem syariah menawarkan solusi nyata yang tidak hanya halal, tetapi juga mendorong pertumbuhan sektor riil secara berkelanjutan.

Punya pengalaman atau pertanyaan seputar akad salam? Bagikan di kolom komentar di bawah!

Posting Komentar untuk "Pengertian Akad Salam: Panduan Lengkap dari Dalil, Syarat, hingga Contohnya"