11 Pengertian Pilkada Menurut Para Ahli & UU (Definisi Lengkap 2025)
Pengertian Pilkada menurut para ahli secara esensial adalah sebuah mekanisme demokratis untuk memilih kepala daerah secara langsung oleh rakyat sebagai wujud pelaksanaan kedaulatan di tingkat lokal. Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan salah satu pilar utama demokrasi di Indonesia, yang menjadi arena bagi warga negara untuk menentukan pemimpin di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota.
Dalam artikel ini, kita akan mengupas tuntas definisi pilkada dari berbagai sudut pandang. Kita akan menelusuri pemikiran para pakar ilmu politik dan hukum tata negara terkemuka seperti Prof. Miriam Budiardjo, Prof. Jimly Asshiddiqie, dan Prof. Ramlan Surbakti. Tak hanya itu, kita juga akan membedah pengertian pilkada menurut UU yang berlaku saat ini, serta memahami landasan hukum, tujuan, dan asas-asas yang menyelenggarakannya.
Pengertian Pilkada Secara Umum
Sebelum menyelam lebih dalam ke definisi teknis dari para pakar, penting untuk memahami makna Pilkada secara umum. Secara harfiah, Pilkada adalah singkatan dari Pemilihan Kepala Daerah. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pemilihan didefinisikan sebagai proses, cara, atau perbuatan memilih. Dengan demikian, Pilkada secara sederhana dapat diartikan sebagai proses memilih kepala daerah (Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota).
Namun, makna pilkada jauh lebih dalam dari sekadar proses memilih. Ia adalah instrumen penyerahan mandat dari rakyat kepada calon pemimpin untuk menjalankan pemerintahan di daerah selama periode tertentu. Ini adalah manifestasi nyata dari prinsip "pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat" yang diadaptasi pada skala pemerintahan lokal.
Pengertian Pilkada Menurut Para Ahli
Untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif, kita perlu merujuk pada definisi yang dikemukakan oleh para ahli yang telah mendedikasikan pemikirannya pada studi demokrasi, politik, dan hukum di Indonesia.
1. Prof. Dr. Miriam Budiardjo, M.A.
Pemilihan (election) adalah suatu cara di mana rakyat dapat memilih orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Pemilihan ini merupakan salah satu cara yang paling penting untuk melaksanakan prinsip kedaulatan rakyat dan menjamin bahwa pemerintah dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyatnya.
(Sumber: Buku "Dasar-Dasar Ilmu Politik", Edisi Revisi, 2008)
Analisis Singkat: Prof. Miriam Budiardjo menekankan Pilkada (sebagai bagian dari pemilihan umum) sebagai instrumen fundamental pelaksanaan kedaulatan rakyat. Fokusnya adalah pada hak rakyat untuk memilih dan mekanisme akuntabilitas pemerintah terhadap yang diperintah.
2. Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.
Pemilihan kepala daerah merupakan prosedur demokratis dan konstitusional untuk membentuk kepemimpinan pemerintahan daerah yang bersifat definitif, yang pemilihannya dilakukan secara langsung oleh rakyat di daerah yang bersangkutan sebagai pemegang kedaulatan.
(Sumber: Buku "Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi", 2005)
Analisis Singkat: Prof. Jimly Asshiddiqie menyoroti aspek legalitas dan konstitusionalitas. Definisinya menegaskan bahwa Pilkada bukan sekadar acara politik, melainkan sebuah prosedur yang diatur oleh hukum dan konstitusi untuk menghasilkan kepemimpinan yang sah (definitif).
3. Prof. Dr. Ramlan Surbakti, M.A., Ph.D.
Pemilihan umum (termasuk Pilkada) adalah mekanisme penyeleksian dan pendelegasian atau penyerahan kedaulatan kepada orang atau partai politik yang dipercayai. Mekanisme ini melembagakan dan mentransformasikan kehendak rakyat menjadi kebijakan publik.
(Sumber: Buku "Memahami Ilmu Politik", 1992)
Analisis Singkat: Prof. Ramlan Surbakti melihat Pilkada sebagai sebuah mekanisme pelembagaan kehendak rakyat. Poin kuncinya adalah transformasi: suara rakyat yang abstrak diubah menjadi mandat konkret bagi pemimpin terpilih untuk membuat kebijakan publik.
4. Prof. Dr. Affan Gaffar, M.A.
Pilkada langsung merupakan sarana bagi sirkulasi elite politik di tingkat lokal. Ia menjadi wahana bagi rakyat untuk melakukan penilaian terhadap kinerja pejabat publik dan menentukan apakah mereka layak melanjutkan atau harus diganti.
(Sumber: Disarikan dari pemikiran dalam buku "Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi", 2004)
Analisis Singkat: Prof. Affan Gaffar memberikan penekanan pada fungsi Pilkada sebagai sarana sirkulasi kekuasaan dan evaluasi publik. Bagi beliau, Pilkada adalah momen "penghakiman" rakyat terhadap kinerja pemimpin petahana.
5. Prof. Dr. Ni'matul Huda, S.H., M.Hum.
Pemilihan Kepala Daerah adalah pelaksanaan hak-hak konstitusional warga negara di daerah untuk memilih pemimpin eksekutifnya sebagai perwujudan desentralisasi dan otonomi daerah yang dijamin oleh UUD 1945.
(Sumber: Buku "Hukum Pemerintahan Daerah", 2017)
Analisis Singkat: Prof. Ni'matul Huda secara spesifik mengaitkan Pilkada dengan konsep desentralisasi dan otonomi daerah. Definisinya menggarisbawahi bahwa Pilkada adalah konsekuensi logis dari pemberian otonomi kepada daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri.
6. Carl Joachim Friedrich
Pemilihan adalah prosedur dimana warga negara dapat berpartisipasi dalam pemerintahan dengan memilih di antara sejumlah calon yang diajukan untuk menduduki jabatan publik. Ini adalah inti dari pemerintahan yang bertanggung jawab (responsible government).
(Sumber: Buku "Man and His Government: An Empirical Theory of Politics", 1963)
Analisis Singkat: Meskipun tidak spesifik tentang Pilkada Indonesia, teori Friedrich sangat relevan. Ia menekankan aspek partisipasi warga negara dan kompetisi antar calon sebagai syarat terciptanya pemerintahan yang bertanggung jawab kepada publik.
7. CSIS (Centre for Strategic and International Studies)
Pilkada merupakan arena kompetisi politik lokal yang melembagakan konflik perebutan kekuasaan ke dalam jalur yang damai dan teratur. Ia berfungsi untuk mengelola suksesi kepemimpinan daerah secara periodik dan mencegah konsentrasi kekuasaan yang tidak terkontrol.
(Sumber: Disarikan dari berbagai laporan dan publikasi CSIS mengenai demokrasi lokal)
Analisis Singkat: CSIS sebagai lembaga riset melihat Pilkada dari perspektif fungsional. Fokusnya adalah pada peran Pilkada dalam melembagakan konflik, memastikan suksesi yang damai, dan menjadi katup pengaman demokrasi di tingkat lokal.
8. Prof. Dr. Saldi Isra, S.H., M.P.A.
Pilkada langsung adalah instrumen koreksi terhadap sistem perwakilan di DPRD yang sebelumnya memegang hak memilih kepala daerah. Ia mengembalikan hak memilih secara penuh kepada rakyat untuk mengurangi politik transaksional di tingkat elite dan memperkuat legitimasi kepala daerah terpilih.
(Sumber: Disarikan dari berbagai tulisan dan opini mengenai hukum tata negara dan pemilu)
Analisis Singkat: Prof. Saldi Isra (kini Hakim Konstitusi) menyoroti latar belakang historis dan tujuan korektif dari Pilkada langsung. Definisinya menekankan pergeseran kekuasaan memilih dari lembaga perwakilan (DPRD) kembali ke tangan rakyat.
9. Eep Saefulloh Fatah
Pilkada adalah momentum terpenting dalam "kontrak politik" antara calon pemimpin dengan warga. Di sinilah janji-janji politik ditawarkan, visi-misi diuji, dan pada akhirnya, mandat diberikan oleh pemilih sebagai "pemegang saham" utama kekuasaan di daerah.
(Sumber: Disarikan dari berbagai analisis dan ulasan sebagai konsultan politik)
Analisis Singkat: Sebagai praktisi dan pengamat politik, Eep Saefulloh Fatah menggunakan analogi "kontrak politik". Ia melihat Pilkada sebagai pasar ide dan janji, di mana pemilih bertindak sebagai pemberi mandat yang rasional.
10. Prof. Dr. Muhammad A.S. Hikam, M.A., APU
Pilkada dalam konteks demokrasi transisi Indonesia adalah laboratorium politik untuk pendewasaan masyarakat. Ia tidak hanya soal memilih, tetapi juga proses belajar berdemokrasi, mengelola perbedaan, dan menuntut akuntabilitas dari para pemimpin lokal.
(Sumber: Disarikan dari pemikiran dalam buku "Demokrasi dan Civil Society", 1999)
Analisis Singkat: Prof. A.S. Hikam memberikan perspektif sosiologis-politis. Baginya, makna pilkada melampaui aspek prosedural dan menjadi sebuah wahana pendidikan politik (political education) bagi masyarakat luas.
Pengertian Pilkada Menurut Undang-Undang
Setelah memahami perspektif para akademisi, sangat krusial untuk mengetahui pengertian pilkada menurut UU atau landasan hukum positif yang berlaku. Definisi ini menjadi acuan formal bagi penyelenggara, peserta, dan seluruh pemangku kepentingan.
Landasan hukum Pilkada utama saat ini adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015. Dalam Pasal 1 Angka 1 UU tersebut, Pilkada didefinisikan sebagai berikut:
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang selanjutnya disebut Pemilihan adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah provinsi dan kabupaten/kota untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota secara langsung dan demokratis.
Definisi legal ini mengandung beberapa unsur kunci:
- Subjek: Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota beserta wakilnya.
- Sifat: Pelaksanaan kedaulatan rakyat.
- Wilayah: Dilaksanakan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
- Tujuan: Memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah.
- Metode: Secara langsung dan demokratis.
Definisi ini mengukuhkan bahwa Pilkada Serentak maupun non-serentak adalah wujud nyata dari demokrasi langsung di tingkat lokal, di mana rakyat tidak lagi mendelegasikan hak pilihnya kepada DPRD.
Tabel Perbandingan Definisi Pilkada
Untuk memudahkan pemahaman, berikut adalah rangkuman perbandingan fokus atau penekanan utama dari beberapa definisi yang telah dibahas:
| Nama Ahli/Lembaga | Fokus/Penekanan Utama Definisi |
|---|---|
| Miriam Budiardjo | Pelaksanaan kedaulatan rakyat & akuntabilitas pemerintah. |
| Jimly Asshiddiqie | Prosedur demokratis yang sah secara hukum & konstitusional. |
| Ramlan Surbakti | Mekanisme pelembagaan kehendak rakyat menjadi kebijakan. |
| UU No. 10/2016 | Pelaksanaan kedaulatan rakyat secara lokal untuk memilih kepala daerah. |
| Affan Gaffar | Sarana sirkulasi elite politik & evaluasi kinerja oleh rakyat. |
| Ni'matul Huda | Konsekuensi dari desentralisasi & perwujudan otonomi daerah. |
| Saldi Isra | Instrumen koreksi yang mengembalikan hak memilih langsung ke rakyat. |
Tujuan, Asas, dan Fungsi Pilkada
Tujuan Pilkada
Berdasarkan berbagai definisi di atas, tujuan pilkada dapat dirinci sebagai berikut:
- Memilih Pemimpin: Memilih Gubernur, Bupati, dan Walikota yang memiliki legitimasi kuat karena dipilih langsung oleh rakyat.
- Mewujudkan Kedaulatan Rakyat: Memberikan hak kepada rakyat untuk menentukan arah kebijakan di daerahnya melalui pemimpin yang mereka pilih.
- Menciptakan Pemerintahan yang Akuntabel: Mendorong pemimpin daerah untuk bertanggung jawab langsung kepada rakyat pemilihnya, bukan kepada elite partai atau DPRD.
- Menjamin Sirkulasi Kekuasaan: Memastikan pergantian kepemimpinan secara teratur, damai, dan demokratis.
- Pendidikan Politik: Meningkatkan kesadaran dan partisipasi politik masyarakat di tingkat lokal.
Asas Pilkada
Penyelenggaraan Pilkada harus berpegang teguh pada asas Pilkada yang sama dengan Pemilu, yaitu LUBER JURDIL:
- Langsung: Pemilih memberikan suaranya secara langsung tanpa perantara.
- Umum: Berlaku bagi semua warga negara yang telah memenuhi syarat tanpa diskriminasi.
- Bebas: Pemilih bebas menentukan pilihannya tanpa tekanan atau paksaan dari pihak manapun.
- Rahasia: Suara yang diberikan oleh pemilih dijamin kerahasiaannya.
- Jujur: Semua pihak yang terlibat (penyelenggara, peserta, pemilih) harus bertindak jujur sesuai peraturan.
- Adil: Setiap peserta dan pemilih mendapatkan perlakuan yang sama dan setara.
Kesimpulan dan Sintesis
Dari paparan di atas, dapat ditarik sebuah benang merah yang kuat. Pengertian Pilkada menurut para ahli dan undang-undang, meskipun memiliki penekanan yang beragam, sama-sama berhulu pada satu konsep inti: kedaulatan rakyat.
Para ahli seperti Miriam Budiardjo dan Ramlan Surbakti menekankan aspek filosofis dan substantifnya sebagai wahana penyerahan mandat rakyat. Sementara itu, pakar hukum tata negara seperti Jimly Asshiddiqie dan Saldi Isra menyoroti aspek prosedural, legalitas, dan historisnya sebagai koreksi terhadap sistem lama. Di sisi lain, Undang-Undang memberikan bingkai hukum yang formal dan mengikat bagi pelaksanaannya.
Pada hakikatnya, Pilkada adalah jantung demokrasi lokal. Ia bukan sekadar ritual lima tahunan, melainkan sebuah instrumen vital bagi rakyat untuk mengontrol jalannya pemerintahan daerah, menagih janji politik, dan memastikan bahwa kekuasaan yang dijalankan oleh para pemimpin lokal benar-benar berasal dan dipertanggungjawabkan kepada mereka.
FAQ (Frequently Asked Questions)
Apa bedanya Pilkada dengan Pemilu?
Secara teknis, Pilkada adalah bagian dari rezim Pemilu. Namun, istilah "Pemilu" (Pemilihan Umum) seringkali secara spesifik merujuk pada pemilihan tingkat nasional untuk memilih Presiden-Wakil Presiden dan anggota legislatif (DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota). Sementara "Pilkada" secara khusus digunakan untuk Pemilihan Kepala Daerah (eksekutif lokal).
Sejak kapan Pilkada langsung diadakan di Indonesia?
Pilkada secara langsung oleh rakyat pertama kali diselenggarakan pada Juni 2005 sebagai implementasi dari UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Sebelumnya, kepala daerah dipilih oleh anggota DPRD.
Apa landasan hukum utama Pilkada saat ini?
Landasan hukum utama penyelenggaraan Pilkada adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015. Selain itu, ada juga peraturan turunan dari KPU (PKPU) dan Bawaslu (Perbawaslu) yang mengatur teknis pelaksanaannya.



Posting Komentar untuk "11 Pengertian Pilkada Menurut Para Ahli & UU (Definisi Lengkap 2025)"