Kupas Tuntas Hadits Mutawatir: Pengertian, Syarat, Jenis, dan Bedanya dengan Hadits Ahad
Dalam khazanah keilmuan Islam, hadits menempati posisi kedua sebagai sumber hukum setelah Al-Qur'an. Namun, tidak semua riwayat yang sampai kepada kita memiliki derajat kekuatan yang sama. Para ulama telah melakukan klasifikasi yang sangat teliti untuk menjaga kemurnian ajaran Islam. Di puncak hierarki ini, terdapat satu jenis hadits yang kepastian sumbernya setara dengan Al-Qur'an, yaitu Hadits Mutawatir.
Memahami konsep hadits mutawatir adalah kunci untuk mengetahui fondasi ajaran Islam yang paling kokoh dan tak terbantahkan. Mari kita selami lebih dalam apa itu hadits mutawatir, mengapa ia begitu istimewa, dan bagaimana membedakannya dari jenis hadits lainnya.
Memahami Pengertian Hadits Mutawatir
Untuk mendapatkan pemahaman yang utuh, kita perlu melihat definisi hadits mutawatir dari dua sisi: bahasa dan istilah keilmuan.
Pengertian Secara Bahasa (Etimologi)
Pengertian Secara Istilah (Terminologi)
Adapun menurut para ahli hadits (muhadditsin), pengertian hadits mutawatir secara istilah adalah:
"Hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi, yang mustahil menurut akal dan adat kebiasaan bagi mereka untuk bersepakat dalam kebohongan, di mana riwayat tersebut mereka sandarkan pada panca indera (seperti pendengaran atau penglihatan)."
Definisi ini mengandung beberapa elemen kunci yang menjadi syarat mutlak bagi sebuah hadits untuk bisa disebut mutawatir.
4 Syarat Utama Sebuah Hadits Dikatakan Mutawatir
Sebuah hadits tidak bisa serta-merta dilabeli mutawatir. Para ulama menetapkan empat syarat ketat yang harus terpenuhi secara kumulatif. Jika salah satu syarat saja tidak terpenuhi, maka hadits tersebut turun derajatnya menjadi hadits ahad.
- Diriwayatkan oleh Perawi dalam Jumlah Banyak.
Para ulama tidak menetapkan angka pasti (misalnya 10, 40, atau 70), namun jumlahnya harus sangat signifikan pada setiap tingkatan sanad. Jumlah yang masif ini menjadi jaminan pertama bahwa mustahil mereka bisa diorganisir untuk membuat sebuah kebohongan. - Adanya Jumlah Banyak di Setiap Tingkatan Sanad (Thabaqat).
Ini adalah syarat krusial. Jumlah perawi yang banyak harus konsisten dari generasi pertama (sahabat), generasi kedua (tabi'in), generasi ketiga (tabi'ut tabi'in), hingga sampai pada para pengumpul hadits seperti Imam Bukhari dan Muslim. Sebuah hadits tidak bisa disebut mutawatir jika diriwayatkan oleh 50 tabi'in, namun hanya dari 2 orang sahabat. - Mustahil Mereka Bersepakat untuk Berdusta.
Syarat ini merupakan konsekuensi logis dari dua syarat sebelumnya. Ketika sebuah kabar diriwayatkan oleh puluhan orang yang berasal dari berbagai negara, suku, mazhab, dan latar belakang yang berbeda, secara akal sehat dan adat kebiasaan, mustahil mereka semua bersekongkol untuk menciptakan hadits palsu yang sama persis. - Sandaran Riwayatnya Adalah Panca Indera.
Kabar yang mereka sampaikan haruslah berdasarkan pengalaman inderawi langsung, bukan hasil pemikiran, analisis, atau kesimpulan. Para perawi harus menggunakan frasa yang tegas seperti "Kami mendengar Rasulullah ﷺ bersabda..." (sami'na) atau "Kami melihat Rasulullah ﷺ melakukan..." (ra'aina).
Pembagian Hadits Mutawatir dan Contohnya
1. Hadits Mutawatir Lafdzi
Definisi: Hadits Mutawatir Lafdzi adalah tingkatan tertinggi, di mana lafaz (redaksi kalimat) dan makna haditsnya diriwayatkan sama persis oleh semua perawi di seluruh tingkatan sanad. Seolah-olah mereka semua mengutip kalimat yang identik tanpa ada perubahan sedikit pun.
Contoh Hadits Mutawatir Lafdzi:
Contoh yang paling terkenal dan disepakati oleh seluruh ulama adalah hadits berikut:
مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
Artinya: "Barangsiapa berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaklah ia menyiapkan tempat duduknya di neraka."
Hadits ini, menurut para ulama seperti Imam an-Nawawi, diriwayatkan oleh lebih dari 70 orang sahabat Nabi Muhammad ﷺ. Kemudian dari mereka, diriwayatkan lagi oleh ratusan tabi'in dengan redaksi dan makna yang sama persis hingga sampai kepada kita.
2. Hadits Mutawatir Ma'nawi
Definisi: Hadits Mutawatir Ma'nawi adalah hadits yang redaksi atau konteks periwayatannya berbeda-beda, namun semuanya merujuk pada satu substansi makna, peristiwa, atau perbuatan yang sama.
Analogi sederhananya: Bayangkan terjadi sebuah kecelakaan di pasar yang disaksikan oleh 100 orang. Jika kita bertanya pada mereka satu per satu, kalimat dan detail yang mereka ceritakan pasti berbeda. Namun, mereka semua akan sepakat pada satu inti peristiwa: telah terjadi sebuah kecelakaan. Kesepakatan pada inti makna inilah yang disebut mutawatir secara makna (ma'nawi).
Contoh Hadits Mutawatir Ma'nawi:
Contoh paling populer adalah hadits-hadits mengenai mengangkat tangan ketika berdoa.
Tidak ada satu pun hadits tunggal dengan lafaz yang sama tentang ini. Namun, para ulama menemukan lebih dari 100 riwayat hadits yang berbeda-beda yang menceritakan Nabi Muhammad ﷺ mengangkat tangan beliau saat berdoa dalam berbagai kesempatan (saat istisqa, saat di medan perang, saat berdoa biasa, dll). Meskipun lafaz dan konteksnya berbeda, semua riwayat ini secara makna berkonvergensi pada satu kesimpulan yang sama: bahwa mengangkat tangan saat berdoa adalah sunnah fi'liyah (perbuatan) Nabi yang pasti adanya. Contoh lainnya adalah hadits tentang syafaat, hadits tentang mengusap khuff (sepatu kulit), dan hadits tentang turunnya Nabi Isa di akhir zaman.
Tabel Perbedaan Hadits Mutawatir vs Hadits Ahad
Untuk memperjelas posisi hadits mutawatir, sangat penting untuk membandingkannya dengan lawannya, yaitu hadits ahad. Hadits ahad adalah setiap hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat mutawatir. Tabel berikut merangkum perbedaan fundamental keduanya.
Aspek Pembeda | Hadits Mutawatir | Hadits Ahad |
---|---|---|
Jumlah Perawi | Sangat banyak di setiap tingkatan sanad. | Terbatas (1, 2, atau lebih tapi tidak mencapai jumlah mutawatir). |
Status Sanad | Qath'i al-Wurud (Pasti bersumber dari Nabi ﷺ). | Dzhanni al-Wurud (Dugaan kuat bersumber dari Nabi ﷺ). |
Faedah Ilmu | Menghasilkan Ilmu Dharuri (Keyakinan Pasti, tidak perlu penelitian). | Menghasilkan Ilmu Nazhari (Keyakinan setelah melalui penelitian sanad). |
Kewajiban Mengimani | Wajib diimani secara mutlak. Mengingkarinya bisa berimplikasi pada kekufuran. | Wajib diimani dan diamalkan jika sanadnya dinyatakan shahih oleh ulama. |
Tabel ini menunjukkan betapa istimewanya kedudukan hadits mutawatir, yang berbeda dengan hadits ahad yang akan kita bahas di lain kesempatan.
Kedudukan dan Kehujjahan Hadits Mutawatir
Berdasarkan penjelasan di atas, kedudukan hadits mutawatir dalam Islam sangatlah tinggi dan fundamental.
- Faedahnya adalah Ilmu Dharuri: Artinya, hadits mutawatir menghasilkan sebuah pengetahuan yang pasti, meyakinkan, dan aksiomatik. Kita tidak perlu lagi meneliti satu per satu perawinya untuk membuktikan kebenarannya, karena jumlahnya yang masif sudah menjadi bukti yang tak terbantahkan.
- Statusnya Qath'i al-Wurud: Artinya, kepastian datangnya hadits ini dari Nabi Muhammad ﷺ adalah 100% (absolut). Dari segi kepastian sumber, kedudukannya sama dengan Al-Qur'an.
- Hukum Mengamalkannya Adalah Wajib: Karena kepastiannya yang mutlak, setiap muslim wajib menerima, mengimani, dan mengamalkan isi kandungan hadits mutawatir tanpa keraguan sedikit pun. Para ulama sepakat bahwa mengingkari substansi dari hadits mutawatir—setelah mengetahui statusnya—dapat membawa seseorang pada kekafiran, karena sama saja dengan mengingkari sesuatu yang pasti datangnya dari Rasulullah ﷺ.
Kesimpulan
Hadits mutawatir adalah pilar kokoh dalam bangunan ajaran Islam. Ia merepresentasikan ajaran-ajaran Nabi Muhammad ﷺ yang sampai kepada kita melalui jalur transmisi yang paling otentik dan tidak menyisakan ruang sedikit pun untuk keraguan. Memahami konsep hadits mutawatir, mulai dari pengertian, syarat, hingga jenis-jenisnya, membantu kita membedakan mana ajaran yang bersifat fundamental dan mana yang membutuhkan penelitian lebih lanjut.
Semoga penjelasan komprehensif ini memberikan pencerahan. Jika Anda memiliki pertanyaan lebih lanjut atau ingin berdiskusi, jangan ragu untuk menuliskannya di kolom komentar.
Posting Komentar untuk "Kupas Tuntas Hadits Mutawatir: Pengertian, Syarat, Jenis, dan Bedanya dengan Hadits Ahad"